ARTICLE AD BOX
Koordinator sekaligus panitia Penjor, I Wayan Yogik Budiartha, ditemui Jumat (23/5/2025), mengungkapkan, proses pembuatan Penjor sudah dimulai sejak tiga minggu sebelumnya dan telah mencapai 70 persen. Penjor ini bukan hanya sebagai simbol persembahan yadnya, tetapi juga sebagai bentuk partisipasi dalam lomba kreativitas Penjor yang kini makin marak digelar di berbagai desa adat di Bali.
“Dengan budget Rp10 juta, Astungkara sudah berjalan lancar. Kami mengerjakan ini dengan semangat ngayah, dan tentu juga ingin memberikan yang terbaik saat dipasang dan dilombakan nanti,” ujar Yogik.
Menurutnya, perkembangan zaman telah memengaruhi seni Penjor secara signifikan. Jika dulu Penjor hanya diisi bahan-bahan sederhana seperti busung dan ental alami tanpa warna, kini banyak Penjor yang mengusung tema tertentu dengan tampilan penuh warna bak karya seni instalatif.
“Sekarang Penjor sudah seperti Ogoh-ogoh, punya tema dan visual kuat. Ini tantangan sekaligus peluang untuk anak muda menunjukkan kreativitas,” jelasnya.

Dalam penggarapan Penjor bertema Baris Gede ini, bagian paling menantang adalah pembuatan gebogan. Tak tanggung-tanggung, ST Dharma Kanthi menggunakan cat mobil untuk mewarnai ental agar hasilnya lebih mengkilap dan tahan lama dibanding pewarna celup konvensional yang cenderung mudah pudar.
Namun, di balik semangat itu, Yogik tak menampik adanya tantangan terutama pada kenaikan harga bahan pokok. “Harga ental sekarang bisa sampai Rp700 ribu, padahal dulu masih Rp500 ribuan. Ini membuat anggaran awal kami membengkak. Tapi kami tetap semangat karena tujuannya bukan hanya menang lomba, tapi ngayah dengan hati,” tegasnya.
Ia pun berharap kreativitas anak-anak muda di desa adat seperti ini bisa terus berkembang dan mendapat dukungan dari berbagai pihak. “Semoga lewat karya Penjor ini, anak muda tidak hanya sekadar ngayah, tapi juga berproses kreatif, belajar bekerja tim, dan tetap menjaga nilai-nilai budaya Bali,” pungkasnya. *m03