Ketua Anyar Komunitas Malu Dong Janji Galakkan Teba Modern

2 days ago 2
ARTICLE AD BOX
“Ke depan kami akan melanjutkan program teba modern yang sudah kami lakukan di Kota Denpasar,” ujar pemuda yang akrab disapa Degus dan berlatar pendidikan Ilmu Keperawatan, FK Universitas Udayana ini, Kamis sore.

Di kepengurusan sebelumnya, teba modern telah mendapat perhatian dan berhasil terlaksana di Denpasar. Ke depan, inovasi pengelolaan sampah berbasis sumber ini bakal diperluas ke kabupaten lain di Bali.

Teba sendiri merupakan bagian dari pembagian ruang yang terdapat dalam Asta Kosala Kosali. Teba berada di halaman belakang yang secara tradisional menjadi tempat pembuangan sampah rumah tangga, yang di masa lampau hanya berupa sampah organik.

Sampah organik ini didiamkan di teba sampai terurai sendiri. Dalam konsep teba modern, kearifan lokal ini diinovasikan melalui lubang biopori berdiameter sekitar 80 cm dengan kedalaman 2-3 meter. Dibuat seperti sumur, memakai silinder beton agar tahan lama.

Sampah organik dimasukkan ke dalam lubang biopori untuk diurai secara alami oleh mikroorganisme. Sistem teba modern ini tidak hanya untuk mengurai sampah organik yang dihasilkan rumah tangga, namun juga menghasilkan kompos.

“Mungkin ada salah satu desa yang sangat mendekati Pergub Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber yakni Desa Cemenggaon, yang hampir 90 persennya sudah selesai,” beber Degus.

Komunitas Malu Dong bertekad menambah lebih banyak desa percontohan sesuai Pergub Bali Nomor 47 Tahun 2019 ini, menyusul kesuksesan Desa Cemenggaon. Desa di Kecamatan Sukawati, Gianyar tersebut bakal dijadikan role model pembinaan desa percontohan lainnya.

Sementara itu, pendiri sekaligus Ketua Yayasan Malu Dong Buang Sampah Sembarangan Komang ‘Bemo’ Sudiarta menuturkan, teba modern merupakan salah satu inovasi komunitasnya. Namun, Mang Bemo mengingatkan teba modern bukan solusi jangka panjang.

“Kami tahu sekali apa yang akan terjadi kalau cuma mengandalkan teba modern. Tidak semua bisa memakai teba modern karena karakter tanah itu berbeda-beda,” jelas Mang Bemo.

Pria asal Banjar Tampakgangsul, Desa Dangin Puri Kauh, Denpasar ini menegaskan, teba modern efektif di wilayah yang bertanah dan tidak terlalu berair. Sedangkan, wilayah Bali memiliki karakter tanah beragam, seperti dominan berpasir, sehingga harus menggali lebih dalam dan tidak jarang bertemu mata air lebih dulu.

Mang Bemo mewanti-wanti teba modern ini memang baik diterapkan di hulu, di rumah tangga. Namun, di hilir yang menjadi ranah pemerintah tidak boleh berpangku tangan. Sebab, ketika di hilir tidak ada upaya pemrosesan sampah, persoalan sampah di Bali tidak akan beres sampai kapanpun. *rat
Read Entire Article