Mulia-PAS Beberkan Bukti Ada Politisasi Desa Adat, Koster-Giri Sebut Bendesa Punya Hak Pilih

2 weeks ago 2
ARTICLE AD BOX
Secarik surat yang disebut jadi bukti mempolitisir desa adat itu dibuka pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali nomor urut 1 Made Muliawan Arya alias De Gadjah dan Putu Agus Suradnyana (Mulia-PAS). Hal ini berawal dari persoalan yang diangkat Mulia-PAS terkait prajuru (pengurus) adat yang berpolitik praktis.

“Bagaimana sikap paslon (pasangan calon) 2 tentang keberadaan desa adat? Apakah paslon 2 setuju atau menolak prajuru adat terlibat langsung dalam politik praktis? Apa alasannya?” tanya De Gadjah kepada pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Wayan Koster-I Nyoman Giri Prasta (Koster-Giri).

Pertanyaan De Gadjah dibalas Giri. Ia menilai, pihak yang dilarang berpolitik praktis adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri. “Kalau menurut saya Bendesa Adat berpolitik praktis itu karena dia memiliki hak pilih. Saya kira dikembalikan kepada personal bendesa adat itu sendiri,” kata Bupati Badung yang sedang cuti untuk kampanye ini.

Koster pun menegaskan, pihaknya tidak pernah melibatkan prajuru adat secara langsung dan dalam bentuk formal di kampanye Pilkada Serentak 2024. Di dalam debat terbuka di Sanur, Denpasar itu, Koster merujuk Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali berkenaan perlakuannya terhadap prajuru adat selama kampanye.

Mendapat momentum atas jawaban Koster, De Gadjah lantas mengangkat secarik kertas yang disebut bertanda tangan Koster-Giri yang mengajak prajuru adat ikut di dalam kampanye. De Gadjah mengatakan, otonomi desa adat telah diintervensi dengan praktik-praktik politik semacam ini.

“Kalau Pak Koster tadi menyampaikan tidak pernah mengajak desa adat, ini ada surat yang mengatakan bahwa langsung bertanda tangan paslon (Koster-Giri) yang mengajak desa adat. Ini satu dari sekian banyaknya surat. Di mana otonominya desa adat?” kata De Gadjah.

De Gadjah yang juga kontestan termuda di Pilgub Bali 2024 ini menjelaskan, otonomi desa adat tidak boleh diintervensi lembaga manapun apalagi dibawa ke ranah politik. Prajuru adat, termasuk bendesa, bertanggung jawab secara niskala kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan secara sakala kepada krama adat.

“Ada berita, Bendesa Adat Seririt-Gerokgak mendukung... Itu kan sudah dibuat adat itu melakukan hal-hal yang bersifat politis. Harusnya kalau dia (bendesa) punya hak pilih sebagai warga negara, datang dan mendengarkan itu boleh. Kalau mengajak kan tidak boleh, berarti kampanye. Itu masuk ke pentas politik,” imbuh wakil De Gadjah, PAS saat konferensi pers usai debat, Rabu malam.

Menurut PAS, pengukuhan bendesa adat cukup dilakukan krama adat dan majaya-jaya di parahyangan desa sehingga tidak ada intervensi kepentingan seperti sekarang ini. Soal bantuan dana ke desa adat, PAS menilai perlu diklasifikasi sehingga perubahan besaran dana bantuan tidak didasarkan pada motivasi politik.

“Bantuan itu perlu diklasifikasi ke dalam beberapa model, ada yang nilainya segini, segini. Masalah kenaikan (dana), jangan sampai itu hanya dipakai untuk mencari suara elektoral. Tapi, manfaat bantuan itu supaya dapat dipakai membangun dengan baik, memberikan dorongan dan stimulus agenda desa adat,” tandas PAS. *rat
Read Entire Article